Raja Ampat adalah ‘rumah’ bagi konsentrasi spesies laut yang tinggi, termasuk spesies ikonik seperti pari manta dan penyu. Sebagai sebuah kabupaten kepulauan, Raja Ampat berkembang pesat beberapa tahun belakangan ini. Kelimpahan sumber daya alam hayatinya merupakan sumber kehidupan sekaligus tumpuan penghidupan bagi lebih dari 50.000 penduduknya yang tersebar di 117 kampung.
Namun, Raja Ampat tidak selamanya seperti sekarang ini. Beberapa tahun yang lalu, surga bawah laut Raja Ampat pernah hancur akibat aktivitas perikanan komersial yang tidak bertanggungjawab, serta praktik-praktik ilegal dan merusak seperti penggunaan bom ikan dan perburuan sirip hiu. Pada tahun 1990-an, beberapa laporan perikanan mencatat penurunan hasil tangkapan hingga 90% di seluruh wilayah Bentang Laut Kepala Burung; termasuk Raja Ampat.
Menyadari pentingnya Raja Ampat secara ekologis baik dalam konteks nasional maupun global, pemerintah dan masyarakat lokal beserta beberapa organisasi non-pemerintah seperti Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), dan World Wide Fund for Nature (WWF) mengembangkan jaringan kawasan konservasi perairan (KKP) yang saat ini luasannya mencakup lebih dari 2 juta hektar. Pengelolaan jejaring KKP Kepulauan Raja Ampat mempekerjakan penduduk lokal untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya alam hayati di Raja Ampat secara berkelanjutan. Seiring dengan perkembangan KKP di Raja Ampat, pariwisata pun turut berkembang dan dipandang sebagai sarana untuk memberikan peluang mata pencaharian yang berkelanjutan sekaligus berfungsi sebagai media informal untuk mengatur praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan, tidak berkelanjutan dan ilegal.
Semenjak dikembangkannya KKP, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat telah berpatroli dan memantau beragam aktivitas di dalam kawasan.
Seiring waktu, populasi ikan, hiu, paus, hingga pari manta perlahan-lahan kembali ke Raja Ampat. Angka perburuan liar dan aktivitas perikanan lainnya yang tidak ramah lingkungan dan ilegal berhasil ditekan, sementara di sisi lain pariwisata terus berkembang seiring dengan pulihnya terumbu karang.
Namun demikian, karena kini Raja Ampat telah menjadi salah satu destinasi wisata dunia, kebutuhan akan pengelolaan dan perencanaan yang cermat dan berkelanjutan menjadi semakin mendesak; untuk memastikan bahwa perkembangan industri pariwisata tidak akan mengarah pada kerusakan lingkungan dan degradasi ekologis. Seperti yang terjadi di banyak tempat lain, pembangunan yang tidak diatur dengan baik membawa serta ancaman yang lebih besar lagi. Mulai dari limbah rumah tangga, sampah plastik, kerusakan terumbu karang akibat jangkar maupun kapal kandas, hingga kepada ketidakseimbangan rantai makanan pada suatu ekosistem; semisal ledakan populasi bintang laut berduri yang persebarannya di Raja Ampat dapat dilihat di sini.
Di suatu daerah yang sensitif dan penting dalam konteks global seperti di Raja Ampat, keberlanjutan dan pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas dalam semua upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan manusia.
BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat berusaha untuk melindungi dan mengelola melalui pendekatan kolaboratif bersama pemangku kepentingan untuk mewujudkan pengelolaan berkelanjutan yang menjadikan wawasan lingkungan, kesejahteraan masyarakat lokal, dan pembangunan berkelanjutan sebagai intinya.