Wilayah Raja Ampat terdiri dari 4.6 juta hektar lautan, 1.411 pulau kecil, pulau karang atau atol, dan beting, yang mengelilingi empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Dilintasi garis khatulistiwa, Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di Bumi.
Bentang Laut Kepala Burung adalah yatu jaringan kawasan pesisir dan laut yang dilindungi,yang meliputi Teluk Cenderawasih di bagian timur, kepulauan Raja Ampat di barat, Teluk Triton di Kabupaten Kaimana, serta Kabupaten Fakfak di selatan.
Namun kelimpahan itu juga menjadikannya ‘sasaran’ bagi pembangunan ekonomi dalam artian yang negatif, mulai dari kegiatan perikanan (legal maupun ilegal) dan wisata bahari yang tidak bertanggung jawab, pertambangan minyak dan gas, hingga kegiatan penebangan hutan. Kekayaan alam yang luar biasa dan lokasi yang rentan di tepi Samudra Pasifik telah menyebabkan Raja Ampat sangat menderita selama beberapa dekade terakhir akibat aktivitas perburuan, penangkapan ikan komersial yang tidak diatur, dan praktik penangkapan ikan yang merusak.
Konservasi laut dan pengelolaan sumber daya berkelanjutan di Raja Ampat adalah prioritas tinggi bagi pemerintah nasional, provinsi dan kabupaten. Dengan diakuinya bahwa wilayah ini mengandung kekayaan alam yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia, pemerintah dan masyarakat setempat, bekerja sama dengan Conservation International (CI), Worldwide Fund For Nature (WWF) dan The Nature Conservancy (TNC) telah mendirikan jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang berada di bawah yurisdiksi pemerintah pusat dan provinsi, yang saat ini keseluruhan luasannya mencakup 2.000.109 hektar. Semua KKP terdiri atas beberapa zona, yang masing-masing zona mengatur kegiatan yang diperbolehkan dan dilarang.