Sepenggal Surga, Surga Dunia, Raja Ampat mendapat julukan-julukan sebab telah dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dengan memiliki lebih dari 600 spesies hard coral (sekitar 75% karang dunia berada di Raja Ampat), 1630 spesies ikan karang (termasuk lebih dari 35 spesies endemik), satwa karismatik dan megafauna (paus, lumba-lumba, dugong, hiu, pari, manta, penyu, kuskus, burung cendrawasih, dsb), dan ekosistem yang beragam (ekosistem karst, laguna, lamun, dan hutan tropis).
Setiap wilayah kepulauan yang berada di Raja Ampat memancarkan pesona yang begitu memukau dengan gugusan pulau dan warna airnya yang jernih, hijau, dan biru seperti permata. Fasilitas kendaraan yang memadai untuk digunakan berkeliling antara pulau ke pulau dan banyak penginapan tersedia bagi turis lokal dan mancanegara.
Walau terlihat stabil dan baik-baik saja. Raja Ampat memiliki berbagai tantangan dan permasalahan yang memperburuk kondisi kabupaten tersebut dari segi ekonomi, lingkungan, dan norma adat-istiadat.
Pada tanggal 30 April 2024, empat pemangku kepentingan pariwisata di Raja Ampat berdiskusi mengenai keadaan Pariwisata Raja Ampat saat ini Pada Talk Show bertema: “Pariwisata Raja Ampat Hari Ini dan Masa Depan”. Para narasumber yang dimaksud merupakan Syafri Tuharea (Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Kepulauan Raja Ampat (Perwakilan dari pengelola kawasan konservasi), Meidiarti Kasmidi sebagai Tourism and Captivity Building Manager Yayasan Konservasi Indonesia (Lembaga swadaya masyarakat, Zeth Sauyai sebagai Ketua kelompok pengelola Geosite Pyainemo (Ketua kelompok masyarakat) yang mengelola pariwisata di Raja Ampat, dan Max Ammer sebagai Founder and Co-owner Papua Diving (Pengusaha pariwisata di Raja Ampat).
Keempat narasumber memiliki opini yang sama dengan pandangan berbeda dari latar belakang masing-masing yaitu bahwa saat ini pariwisata di Raja Ampat telah banyak berkembang dan membuat Raja Ampat terkenal di seluruh dunia. Akan tetapi membuahkan dampak buruk dari kelonjakan nama kabupaten tersebut.
Dalam talkshow keempat narasumber menyampaikan pariwisata di Raja Ampat sudah berkembang pesat dengan bertambahnya pengunjung tetapi walaupun Raja Ampat memberikan pengaruh sangat besar pada sisi ekonomi pariwisata, justru memberikan pengaruh buruk yang besar sekali di sisi lingkungan.
Seperti halnya regulasi perlindungan terumbu karang beserta perlindungan hewan yang dilindungi disebabkan penumpukan kelompok tamu di satu titik dive mengakibatkan ketidakprofessional dive guide dalam menperhatikan dan menjaga tamu saat sedang menyelam agar tidak merusak terumbu karang baik secara sengaja dan tidak sengaja, dan melukai atau menangkap hewan yang dilindungi.
Adapun kerusakan ekosistem laut masih kerap terjadi yang ditimbulkan oleh dampak buang jangkar, kebiasaan buang sampah di laut, kebiasaan buang hajat ke laut, limbah dari kapal liveraboard, dan limbah rumah tangga dari penginapan. Bahkan kekhawatiran kerusakan tidak hanya pada lingkungan. Menurut Meidiarti Kasmidi, sepasang turis asing melakukan kiss walking yang merupakan tindakan yang merusak moral masyarakat setempat sehingga diperlukan teguran langsung untuk mencegah tindakan yang sama terulang kembali.
Perubahan yang dibutuhkan untuk menimalisir masalah tersebut memakan waktu yang lama. Langkah demi langkah dari pihak pengelola kawasan konservasi, Syafri Tuharea menyampaikan untuk mencegah tindakan buang jangkar, BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Kepulauan Raja Ampat memfasilitasi Sistem Tambatan Raja Ampat (Raja Ampat Mooring System atau RAMS) di seluruh KKP di Raja Ampat. Jaringan tambatan atau mooring buoy ini diperlukan untuk mendukung upaya-upaya perlindungan habitat dan lingkungan kelautan yang rentan, yaitu dengan cara mengurangi kebutuhan untuk membuang jangkar, sekaligus meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi kapal-kapal yang berkunjung ke wilayah KKP di Raja Ampat.
Sebagai bentuk pencegahan penumpukan parawisata di satu titik selam, pengelola Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat telah menerapkan sistem bernama Sistem Pemantauan, Pengendalian , dan Pengawasan (SISPANDALWAS) dan sistem tersebut baru saja berhasil di Area IV Perairan Misool Bagian Selatan dengan mengawasi jadwal serta lokasi kapal wisata di titik selama agar tidak terjadi penumpukan tamu di satu titik selam.
Sekalipun pengelola Kawasan Konservasi Perairan telah memberikan solusi, masih ada beberapa permasalahan yang sulit diatasi, seperti memproduksi kapal liverboard dan penginapan yang eco-friendly untuk mencegah adanya limbah yang mencemari perairan Raja Ampat, pemerintah belum memberikan aturan yang tegas bahkan belum memberikan perhatian yang lebih terkait masalah, kurangnya ruang untuk membuang sampah, tumpang tindih aturan dari tingkat kabupaten hingga provinsi, merubah kebiasaan tidak membuang sampah di laut dan kebiasaan membuang hajat ke laut.
Raja Ampat bukan kabupaten semata melainkan kabupaten yang memiliki 612 pulau dengan keindahan alam yang menyaingi alam luar negeri. Ditinggali oleh masyarakat dari beragam daerah dan adat suku asli yang berbudaya.
Sebagai orang yang sadar akan pentingnya menjaga keindahan lingkungan terutama yang melihat Raja Ampat sebagai salah satu permata Indonesia, kalau bukan kita yang adalah warga negara Indonesia sudah sepatututnya menjaga bukan membiarkan alam merusak dirinya sendiri.
Empat orang narasumber dari berbagai stakeholder. (Foto oleh: Kei Mongdong/2024).
Writer : Kei Mongdong