Budaya dan Warisan Budaya

Raja Ampat

Bahasa, Agama dan Makanan

Seperti di tempat lain di Indonesia, Raja Ampat merupakan rumah bagi beragam manusia. Masyarakat di Raja Ampat merupakan tempat ‘berkumpul’ dari budaya asli masyarakat setempat, migran domestik dan internasional dari berbagai latar belakang budaya, geografis, dan sejarah yang berbeda. Lihat Masyarakat Lokal untuk informasi lebih lanjut mengenai kampung-kampung di Raja Ampat.

Praktik migrasi yang telah berlangsung selama berabad-abad di Raja Ampat menyebabkan perkembangan berbagai kelompok etnis dan praktik budaya melalui proses asimilasi yang terjadi. Saat ini, Raja Ampat terdiri dari 1411 pulau besar dan kecil, yang sebagian penghuninya memiliki leluhur dari daerah lain di Papua maupun Indonesia.  Proses asimilasi tersebut ‘menghasilkan’ karakteristik khas yang dapat dijumpai di setiap kampung, meskipun terdapat juga perbedaan – yang juga khas – seperti bahasa daerah berikut dialeknya yang berbeda dari satu kampung dengan kampung lainnya.

 

Bahasa

Raja Ampat pertama kali dihuni oleh orang Melanesia antara 60.000 hingga 30.000 tahun yang lalu. Migrasi lokal di Raja Ampat terjadi, yang diikuti oleh pembangunan pemukiman-pemukiman permanen di pulau-pulau tertentu yang menyebabkan munculnya kelompok etnis yang berbeda.

Gelombang migrasi yang terjadi selama ribuan tahun di Raja Ampat menyiratkan perpaduan budaya dan masyarakatnya, proses perpindahan dan permukiman, isolasi dan aksesibilitas, yang hasil dari kesemuanya dapat ditemukan melalui bahasa daerah berikut dialek dan tonemnya yang beragam.

Bahasa resmi di Raja Ampat adalah Bahasa Indonesia. Namun di kampung-kampung, terutama antara orang dewasa maupun orang tua, bahasa daerah berikut dialek lokalnya masih dipergunakan.

 

Bahasa tradisional yang saat ini dikenal di Raja Ampat meliputi:

  • Amber (Pulau Waigeo):  Digunakan oleh masyarakat di daerah Waigeo Tengah dan Utara, dan juga sebagian orang di bagian timur Teluk Mayalibit. Terdapat dua dialek yang dikenas dari Bahasa Ambel 
  • As: Bahasa As awalnya dituturkan di Pulau Gag, dan semarang diyakini tanya digunakan di Papua daratan. 
  • Blatant: Dipergunakan oleh masyarakat di Pulau Batanta, termasuk penduduk asal Kampung Wailebet dan Yenanas. 
  • Bias:  Bahasa yang lazim digunakan oleh masyarakat yang leluhurnya bermigrasi dari Pulau Biak dan Numfor di Provinsi Papua.
  • Biga:  Bahasa dari masyarakat yang berasal dari tupi Sungai Biga di Pulau Misool.
  • Gebe: Bahasa dari penduduk yang berasal dari Pulau Gebe dan Yoi di Maluku Utara. Di Raja Ampat, Bahasa Gebe masih dipergunakan oleh sebagian masyarakat di Pulau Gag, bagian selatan Pulau Waigeo, dan Kampung Manyaifun.
  • Kate:  Dianggap sebagai dialek dari Bahasa Ma’ya, namun dirasa memiliki perbedaan yang memadai sehingga dianggap sebagai bahasa sendiri.
  • Legenyem:  Seperti Bahasa Kawe, Bahasa Legenyem dinilai memiliki perbedaan yang memadai dari Bahasa Ma’ya seringa dianggap sebagai bahasa tersendiri.
  • Ma’ya:  Bahasa Ma’ya dituturkan di Teluk Kabui, Kampung Araway, Beo, dan Lopintol, serta komunitas Kawe yang tersebar di Kampung Selpele, Salio, Bianci, dan Waisilip. Bahasa Ma’ya juga dipergunakan di beberapa tempat di Pulau Misool dan Salawati.
  • Maden: Masih dipergunakan oleh sebagian anggota masyarakat di bagian barat Pulau Salawati.
  • Matbat:  Bahasa Matbat dipergunakan oleh Suku Matbat di Pulau Misool yang tersebar di kampung-kampung seperti Foley, Tomolol, Kapatcol, Aduwei, Salafen, Limalas, Atkari, dan Magey. Setidak-tidaknya dikenal lima tonem dari Bahasa Matbat.
  • Misool: Berbeda dari Bahasa Matbat, Bahasa Misool dipergunakan oleh masyarakat asal kampung Fafanlap, Gamta, Lilinta, Yelu, Usaha Jaya, Waigama, dan Harapan Jaya.
  • Moi: Bahasa Moi dipergunakan di sebagaian wilayah di Pulau Salawati, terkhusus Kampung Kalobo, Sakabu, dan sebagian masyarakat di Kampung Samate.
  • Tepin:  Bahasa Tepin dipergunakan di babian timur laut Pulau Salawati oleh masyarakat Kampung Kalyam, Solol. Kapatlap, dan Samate. Setidak-tidaknya terdapat tiga dialek dari Bahasa Tepin yang dikenal.
  • Wauyai:  Seperti halnya Bahasa Kawe dan Lagenyem, Bahasa Wauyai-pun dianggap sebagai sebuah dialek dari Bahasa Ma’ya, namun memiliki perbedaan yang memadai hingga dianggap sebagai bahasa sendiri.
Culture Heritage Raja Ampat Community 500

Agama

Kepercayaan yang dianut para pedagang, misionaris, dan pendatang pada zaman dahulu pada akhirnya memengaruhi masyarakat di Raja Ampat secara keseluruhan. Sekarang Nasrani dan Islam dipeluk oleh banyak orang di pulau-pulau di Raja Ampat, dan menjadikan tempat-tempat ibadah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat.

Sebagian masyarakat asli Raja Ampat juga masih mempraktikkan seluruh atau sebagian kepercayaan animisme yang lazim dipeluk sebelum kedatangan Nasrani maupun Islam. Kepercayaan ini memercayai bahwa alam berikut simbol-simbolnya yang relevan sebagai bagian besar dari spiritualisme mereka.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Masyarakat Lokal, pengunjung harus memerhatikan, mempertimbangkan, dan menghormati praktik keagamaan setempat, terkhusus berkaitan dengan perayaan hari-hari besar keagamaan.

Culture Heritage Raja Ampat Community 500

Makanan

Makanan pokok tradisional di Raja Ampat adalah “Papeda” yang diolah dari sagu. Migrasi puluhan tahun dan juga dampak dari kebijakan nasional juga menjadikan beras sebagai makanan pokok. Selain hidangan pokok, hidangan penutup seperti sagu manis dan kue-kue rumahan biasa diolah oleh masyarakat di Raja Ampat.

Mayoritas sumber protein di Raja Ampat berasal dari ikan. Namun, dengan meningkatnya lalu lintas antara Raja Ampat dengan Sorong, ayam, tempe dan tahu juga sekarang lazim dikonsumsi. Selain itu, di beberapa pulau besar babi hutan juga biasa diburu untuk dikonsumsi oleh sebagian masyarakat lokal. 

Selain nelayan, sebagian masyarakat di Raja Ampat juga merupakan petani musiman yang menghasilkan beragam sayur mayur dari kebun yang diolahnya. Buah-buahan lokal seperti pisang, pepaya, dan kelapa – bersesuaian dengan musimnya – adalah hasil alam lainnya yang biasa diperoleh masyarakat di Raja Ampat.

 

Copyright © BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat